Label

Selasa, 10 Februari 2015

FATWA MUI TENTANG SIPILIS


FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/11/2005
Tentang
PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional
MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H / 26-29 Juli 2005 M :
Menimbang :

1. bahwa pada akhir-akhir ini berkembang paham pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama serta paham-paham sejenis lainnya di kalangan masyarakat;

2. bahwa berkembangnya paham pluralisme, liberalisme dan sekularisme agama di kalangan masyarakat telah menimbulkan keresahan sehingga sebagian masyarakat meminta MUI untuk menetapkan fatwa tentang masalah tersebut;

3. bahwa oleh karena itu, MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang paham pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama tersebut untuk dijadikan pedoman oleh umat Islam.

Mengingat : 

1. Firman Allah SWT :

“Barangsiapa mencari agama selain agamaIslam, maka sekali-kali tidaklah akanditerima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imran [3]: 85)

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam…”. (QS. Ali Imran [3]: 19)

“Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. al-Kafirun [109] : 6).

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. al-Ahzab [33]: 36).

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuatbaik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. al-Mumtahinah [60]: 8-9).

“Dan carilah pada apa yang telahdianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan  janganlahkamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. al- Qashash [28]:77).

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)”. (QS. al-An’am [6]: 116).

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. (QS. al-Mu’minun [23]: 71).

2. Hadis Nabi saw.:

a. Imam Muslim (w. 262 H) dalam kitabnya Shahih Muslim, meriwayatkan sabda Rasulullah SAW :
“Demi Dzat Yang menguasai jiwa Muhammad, tidak ada seorang pun baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengar tentang diriku dari umat Islam ini, kemudian ia mati dan tidak beriman terhadap ajaran yang aku bawa, kecuali ia akan menjadi penghuni neraka”. (H.R. Muslim)

b. Nabi mengirimkan surat-surat dakwah kepada orang-orang non-muslim, antara lain Kaisar Heraklius, Raja Romawi yang beragama Nasrani, al-Najasyi raja Abesenia yang bergama Nasrani dan Kisra Persia yang beragama Majusi, di mana Nabi mengajak mereka untuk masuk Islam. (riwayat Ibn Sa’d dalam al- Thabaqat al-Kubra dan Imam al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari).

c. Nabi saw melakukan pergaulan sosial secara baik dengan komunitas-komunitas non-muslim seperti komunitas Yahudi yang tinggal di Khaibar dan Nasrani yang tinggal di Najran; bahkan salah seorang mertua Nabi yang bernama Huyay bin Ahthab adalah tokoh Yahudi Bani Quradzah (Sayyid Bani Quraizah) (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Memperhatikan : Pendapat Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005.
                              Dengan bertawakkal kepada Allah SWT,

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG PLURALISME, LIBERALISME, DAN 
                         SEKULARISME AGAMA

Pertama : Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan :

1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.

2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai  pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.

3. Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yangg bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.

4. Sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.

Kedua : Ketentuan Hukum

1. Pluralisme, sekularisme dan liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.

2. Umat Islam haram mengikuti paham pluralism, sekularisme dan liberalisme agama.

3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat Islam wajib bersikap eksklusif, dalam arti haram mencampuradukkan aqidah dan ibadah umat Islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.

4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah
sosial yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap
melakukan pergaulan sosial dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.

Ditetapkan : Jakarta, 21 Jumadil Akhir 1426 H
                                                                              28      Juli           2005 M

MUSYAWARAH NASIONAL VII
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa

                                      Ketua                                                            Sekretaris
                                        ttd                                                                    ttd
                            K.H. Ma’ruf Amin                                    Drs. Hasanuddin, M.Ag